Senin, 27 Juni 2022

3.3.a.10. 1 FORUM BERBAGI AKSI NYATA – PENGELOLAAN PROGRAM YANG BERDAMPAK PADA MURID

 

CLASSMEETING UNTUK MENUMBUHKAN KEPEMIMPINAN MURID

Oleh: Utami Panca Dewi (CGP Angkatan 4, SMP N 29 Semarang)



            Kegiatan ko kurikuler, sangat penting dilakukan, untuk mengembangkan ketrampilan murid-    murid, dari pembelajaran yang sudah mereka dapatkan di kegiatan intra kurikuler. Jeda waktu setelah Penilaian Akhir Semester (PAT) merupakan waktu luang di mana murid sudah tidak melakukan kegiatan pembelajaran lagi, namun juga belum bisa dikatakan libur. Jeda waktu ini, sangat baik digunakan untuk kegiatan ko kurikuler bagi murid.

            Pada awal bulan Mei, ketua OSIS dan wakil ketua OSIS, menghadap saya selaku pembina OSIS. Mereka menyuarakan isi hati seluruh pengurus OSIS yang ingin mengadakan classmeeting sebagai kegiatan pengisi jeda waktu setelah PAT dan sebelum penerimaan rapot. Sebagai pembina OSIS, tentu saja saya sangat mendukung keinginan mereka itu. Untuk itu, saya mengarahkan dan memfasilitasi mereka untuk mengadakan rapat-rapat persiapan classmeeting.

            Alasan saya menyetujui, karena kegiatan classmeeting merupakan kegiatan yang sangat positif, untuk mengisi waktu luang murid-murid sebelum penerimaan rapot, sekaligus untuk mengasah ketrampilan/bakat mereka. Akhirnya, pengurus OSIS mengadakan beberapa kali rapat persiapan classmeeting, antara lain:

a.        a. Rapat pertama, Rabu, 11 Mei 2022


a.       b. Rapat kedua, Kamis, 12 Mei 2022

 


a.          c. Rapat ketiga, Selasa, 17 Mei 2022

a.       d. Rapat keempat, Selasa, 24 Mei 2022

   
    e.    Rapat kelima, Rabu, 25 Mei 2022

    f. Rapat keenam, Senin, 30 Mei 2022


    g.  Rapat ketujuh, Jumat, 10 Juni 2022


    h.    Foto-foto pengurus OSIS Bersama pembina saat rapat terakhir


        Akhirnya, setelah proposal disetujui oleh Bapak Kepala Sekolah, pengurus OSIS membuat flyer lomba dengan tema “SPITURITY” (Spirit, Rumbles, Incrase Solidarity), untuk diedarkan ke seluruh kelas seperti gambar berikut:


                   Berikut ini adalah foto-foto pelaksanaan Clasmeeting:

            

                Kegiatan jalan sehat pada hari pertama

             

    Lomba estafet air pada hari pertama

 

      Lomba estafet bola pada hari kedua

                 Lomba kebersihan kelas pada hari kedua

                 Lomba poster digital pada hari kedua

         Pentas seni dan pembagian hadiah kejuaraan pada hari ketiga.

           Berikut ini adalah video pelaksanaan classmeeting:



 dengan link: https://drive.google.com/file/d/1I3rkICLcgzycJIrdvZz-BEyyMR--9-gs/view?usp=drivesdk 

           
Program ko kurikuler classmeeting ini benar-benar bisa menumbuhkan kepemimpinan dalam diri murid, karena suara mereka (voice) benar-benar didengarkan untuk diwujudkan. Kemudian pilihan-pilihan kegiatan classmeeting (choice) juga benar-benar dilakukan oleh murid-murid. Terbukti dari rapat-rapat perencanaan classmeeting yang sama sekali tanpa intervensi guru. Sebagai pembimbing, guru hanya menerima laporan hasil rapat dan memberi arahan, ketika mereka mengalami kesulitan/kendala. Karena dari awal perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi, semuanya dilakukan oleh murid, maka sudah tentu mereka memiliki kepemilikan (ownership) terhadap kegiatan ini.

Ketika sedang menjalankan aksi nyata ini, perasaan saya sangat senang, karena jika diberi kepercayaan dan kesempatan, ternyata murid-murid itu mampu melaksanakannya dengan baik. Mereka mampu berkolaborasi untuk mewujudkan impian mereka melaksanakan classmeeting. Hanya ada sedikit kendala dari segi pendanaan, namun akhirnya bisa terpecahkan dengan mencari sponsor dari pihak ketiga,

Pembelajaran yang saya dapatkan dari pelaksanaan keseluruhan aksi adalah, tentang pentingnya memberi kepercayaan kepada murid untuk menumbuhkan jiwa kepemimpinan pada murid. Program ko kurikuler, jika dimanfaatkan dan dikelola dengan baik, maka akan memberikan dampak yang positif kepada murid, terutama dalam penumbuhan jiwa kepemimpinan.

Dampak yang nyata terlihat setelah program dijalankan adalah, murid-murid yang menjadi pengurus OSIS menjadi semakin percaya diri dalam merencanakan dan mengelola suatu program. Beberapa hari lalu, setelah penerimaan rapot, ketua OSIS dan wakilnya kembali menemui saya. Mereka mengutarakan rencananya untuk melaksanakan program Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS) kepada adik-adik kelas VII yang baru saja diterima di SMP N 29 Semarang. Rapat-rapat perencanaan mulai mereka lakukan. Semua pihak yang ingin mengisi kegiatan PLS, seperti ekskul Paskibra, ekskul band, ekskul padus, dan lain-lain sudah mereka hubungi. Jika ada 3 kategori deskripsi penilaian, yakni Awal, Berkembang dan Cakap, tentu saja mereka saya nilai sudah mulai cakap dalam mengelola suatu program.

Rencana perbaikan untuk pelaksanaan di masa mendatang, tentunya ada. Belajar dari kendala yang terjadi pada aksi nyata kegiatan Classmeeting, yakni masalah pendanaan, maka untuk kegiatan yang selanjutnya, harus diupayakan perencanaan yang lebih awal. Kemudian, meskipun semua ditangani oleh murid-murid, guru pembimbing tetap memberikan masukan-masukan jika diperlukan. Semoga, untuk selanjutnya, saya bisa lebih banyak lagi mengelola program-program yang berpihak pada murid untuk menumbuhkan kepemimpinan mereka. @@







g










Senin, 16 Mei 2022

3.1.a.10 AKSI NYATA PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

 

3.1.a.10 AKSI NYATA
PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

Oleh: Utami Panca Dewi


 

            Pada akhir April lalu, dua orang murid kelas VII B, menghadap saya untuk berkonsultasi. Mereka adalah Kheisya (Ketua Kelas VII B) dan Rayya (Wakil Kelua Kelas VII B). Rupanya mereka ingin mengusulkan untuk mengadakan acara perpisahan kelas VII B dengan makan-makan di restoran, sebelum mereka naik ke kelas VIII. Di sini saya mengalami Dilema Etika, karena sebenarnya kondisi pandemi Covid-19 belum memungkinkan mereka untuk mengadakan kumpul-kumpul dan makan bersama. Jadi ini saya anggap sebagai sebuah studi kasus yang memerlukan pemikiran mendalam untuk memutuskan sebuah persetujuan.

            Jadi studi kasusnya adalah, tiga puluh tiga murid kelas VII B yang ingin mengadakan perpisahan kelas di tengah masa pandemi. Untuk mengambil keputusan apakah saya akan menyetujui usulan ketua kelas VII B atau tidak, maka saya meminta bantuan pendampingan dari rekan sejawat sesama Calon Guru Penggerak, yaitu Ibu Puji Hastuti, S. Pd, M. Pd. Tujuan saya, agar saya bisa melakukan langkah-langkah pemilihan prinsip berpikir, penentuan paradigma dilema etika, dan pengambilan serta pengujian keputusan dengan lebih teliti.

Foto 1. Gambaran kasus



                                               Foto 2. Saat Kheisya dan Rayya berkonsultasi

                              

                                   Foto 3. saat Kheisya dan Rayya berpamitasn usai konsultasi

            Latar belakang tentang situasi yang saya hadapi adalah keinginan murid-murid mengadakan perpisahan kelas dengan acara makan-makan di restoran, sementara situasi masih belum memungkinkan karena masih dalam masa pandemi covid-19. Alasan mengapa saya melakukan aksi ini adalah karena saya merasa kasihan dengan murid-murid kelas VII B yang selama ini hanya bertemu melalui tatap maya selama Pembelajaran Jarak Jauh. Mereka memang sudah mengalami Pembelajaran Tatap Muka, namun belum begitu lama. Mungkin mereka ingin mengakrabkan diri dengan teman-teman sekelas dalam acara non formal secara offline, melalui perpisahan kelas.

Prinsip yang digunakan adalah Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care Based Thinking). Saya selaku wali kelas, mempunyai kepedulian terhadap murid-murid kelas VII B yang ingin mengadakan acara perpisahan kelas. Tujuan acara tersebut adalah Untuk menumbuhkan semangat murid agar lebih bersemangat lagi belajar di kelas VIII, serta untuk menambah keakraban antar murid. Namun mereka tetap harus menjaga kondisi kesehatan di tengah masa pandemi.  


         

                      Foto 4. Tayangan tentang prinsip yang saya gunakan

Jadi, saya ingin memberikan izin kepada murid-murid kelas VII B untuk mengadakan acara perpisahan kelas, namun mereka juga harus patuh terhadap protokol Kesehatan yang masih berlaku, terutama dalam hal menjaga jarak, menggunakan masker dan mencuci tangan.

Dalam study kasus ini, paradigma yang saya gunakan adalah individu lawan masyarakat. Individu dalam study kasus ini adalah 33 murid kelas VII B yang ingin mengadakan acara perpisahan kelas di tengah masa pandemi Covid-19, sedangkan masyarakatnya adalah masyarakat luas yang harus menjaga protokol Kesehatan selama masa pandemi.

                                      Foto 5. Tayangan tentang paradigma yang saya gunakan

Setelah prinsip berpikir dan menelaah paradigma yang berlaku, maka saya dan Ibu Puji Hastuti pun mulai melakukan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan terhadap studi kasus.


Foto 6. Saya dan Bu Puji saat melakukan 9 langkah uji pengambilan keputusan


Foto 7. Saya dan Bu Puji saat melakukan 9 langkah uji pengujian keputusan 

            Langkah pertama, kami mulai menentukan Nilai-nilai  yang  saling  bertentangan  dalam  studi kasus ini. Nilai yang bertentangan dalam kasus ini adalah  adalah Rasa keadilan lawan rasa kasihan ( justice vs mercy ). Keadilan bagi masyarakat yang sudah patuh terhadap protokol Kesehatan, di mana semua orang dilarang mengadakan acara yang berpotensi menimbulkan kerumunan, sehingga seharusnya ketiga puluh tiga murid kelas VII B tidak boleh mengadakan acara perpisahan kelas. Rasa kasihan bahwa ketiga puluh tiga murid tersebut ingin mengadakan acara perpisahan kelas agar lebih akrab dengan teman-temannya yang selama ini baru bertemu sebentar saat PTM.

Langkah kedua, menentukan siapa saya yang terlibat dalam situasi tersebut ,di mana yang terlibat adalah:

1.    Saya (Bu Utami) selaku wali kelas VII B

2.    Bu Puji selaku rekan sejawat yang dimintai pendapat

3.    Murid-murid kelas VII B, diwakili oleh Kheisya dan Rayya.

Pada langkah ketiga, kami juga menentukan fakta-fakta yang relevan dengan situasi tersebut, yakni:

1.    Murid-murid kelas VII B ingin mengadakan perpisahan kelas.

2.    Situasi yang belum memungkinkan karena kondisi pandemi covid-19.

Langkah keempat, adalah pengajuan benar atau salah, yang melliputi:

1.    Pelanggaran hukum  (Uji legal), di mana keputusan yang diambil   tidak melanggar hukum

2.    Pelanggaran peraturan dalam masyarakat (Uji regulasi) terkait tidak diperbolehkannya kerumunan.

3.    Perasaan dan intuisi (Uji Intuisi) “Wali kelas memilih mengizinkan diadakan perpisahan kelas dengan protokol Kesehatan, walaupun bertentangan dengan kebijakan yang masih berlaku di dalam masyarakat.

4.    Jika dipublikasikan di halaman depan koran, saya merasa kurang nyaman, karena keputusan yang diambil merupakan keputusan yang tidak seharusnya dipublikasikan.

5.    Keputusan yang akan diambil oleh panutan/idola sayamungkin sama dengan yang saya ambil, yaitu memberikan izin kepada murid-murid kelas VII B tersebut untuk mengadakan perpisahan kelas sebentar, dengan protokol Kesehatan yang ketat.

Adapun Langkah kelima adalah pengujian paradigma benar lawan benar. Situasi dilema etika, paradigma yang terjadi pada kasus ini adalah Individu lawan masyarakat (individual vs community).Individunya adalah ketiga puluh tiga murid yang ingin mengadakan perpisahan kelas, sedangkan masyarakatnya adalah masyarakat luas.

Langkah keenam adalah melakukan prinsip resolusi. Dari 3 prinsip penyelesaian dilema, prinsip yang akan dipakai adalah: Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

Langkah ketujuh adalah investigasi Opsi Trilema.Yakni penyelesaian yang kreatif dan tidak terpikir sebelumnya untuk menyelesaikan masalah ini. Investigasi Opsi Trilemanya adalah: Mengizinkan murid-murid kelas 7B melakukan perpisahan kelas, namun secara bertahap dan didampingi orangtua. Mungkin dibagi dalam 2 sesi.  


           

                          Foto 8. Saat saya sudah mendapatkan hasil aksi nyata


                           

Foto 9/ Saat saya menyampaikan hasil aksi nyata kepada murid

Foto 10. Saat murid menerima hasil penyampaian aksi nyata dari saya

Foto 11. Saat murid berpamitan untuk merealisasikan hasil aksi nyata

Langkah kedelapan adalah membuat keputusan. Keputusan yang kami ambil yaitu: Mengizinkan murid-murid kelas VII B tersebut untuk mengadakan perpisahan kelas, namun dengan prokes yang ketat. Untuk membuat suatu keputusan membutuhkan keberanian secara moral untuk melakukannya karena dalam pengambilan keputusan ini didasari rasa kasihan sehingga saya sebagai wali kelas harus membengkokkan aturan.


Dan Langkah yang kesembilan atau langkah terakhir adalah melihat lagi keputusan, dan merefleksikan. Saya akan melihat kembali proses pengambilan keputusan dan mengambil pelajaran untuk dijadikan acuan bagi kasus-kasus yang akan terjadi. Dalam hal ini situasi yang dihadapi adalah pengambilan keputusan untuk mengizinkan murid-murid kelas VII B tetap mengadakan perpisahan kelas dengan prokes, berdasarkan rasa peduli walaupun sedikit melanggar aturan yang ada.

Akhirnya saya dan Bu Puji berhasil mengambil keputusan dan melihat lagi keputusan tersebut untuk merefleksikannya.


                 

         Foto  12. Saya dan Bu Puji usai melakukan 9 langkah uji pengujian keputusan


Perasaan saya selama dan setelah melakukan aksi adalah senang dan lega, karena telah berhasil membantu permasalahan yang diajukan murid-murid saya dengan sebuah keputusan yang tepat. Di mana, keputusan tersebut termasuk keputusan yang berpihak kepada murid, namun juga tetap memerhatikan norma yang masih berlaku di masyarakat luas, terutama yang ada kaitannya dengan protocol Kesehatan selama masa pandemi Covid-19.   

                                                        

                 

                     Foto 13. Refleksi diri tentang perasaan selama melakukan aksi nyaya

Pelajaran yang bisa dipetik dari aksi ini adalah, bahwa ternyata untuk mengambil sebuah keputusan itu tidak boleh dilakukan secara tergesa-gesa. Kita harus melakukan Langkah 3, 4, 9. Yakni memilih satu prinsip berpikir di antara ketiga prinsip yang ada; menentukan satu paradigma dilema etika yang tepat diantara 4 dilema etika yang ada sesuai situasi kasus yang terjadi; serta melakukan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan terhadap kasus yang kita hadapi.


                   

                       Foto 14. Refleksi diri tentang pelajaran yang bisa dipetik


                   

                       Foto 15. Refleksi diri tentang Rencana Perbaikan di masa mendatang

Rencana ke depan yang akan saya lakukan terkait pengambilan keputusan ini adalah, saya tidak akan tergesa-gesa jika ingin memutuskan sesuatu. Saya akan melakukan Langkah 3, 4, 9, yakni memilih satu prinsip berpikir di antara ketiga prinsip yang ada; menentukan satu paradigma dilema etika yang tepat diantara 4 dilema etika yang ada sesuai situasi kasus yang terjadi; serta melakukan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan terhadap kasus yang kita hadapi. Selain itu saya juga akan meminta salah seorang rekan untuk ikut mendampingi dan mengevaluasi Langkah-langkah yang saya lakukan. Dengan demikian, saya bisa mengambil suatu keputusan yang tepat dan baik untuk semua pihak.@@

 

 Link video aksi nyata: 

 https://drive.google.com/file/d/13WgtoGM8Dvfq5Kadl-flTPFuxLGNOiml/view?usp=drivesdk